Sabtu, 31 Maret 2012


Corat Coret Dinding

oleh Iis Ernawati pada 27 Februari 2012 pukul 16:22 ·
Gado-Gado Diskusi

Oleh : Iis Ernawati

Dikalangan apapun sesuatu yang dibicarakan secara bersama pasti menggugah minat. Mengupas permasalahan yang sedang dihadapi lalu mengemukakan berbagai solusi. Setiap anggota mengemukakan pendapat dan saling beradu argumen. Mempertahankan apa-apa yang diyakininya. Ajang diskusi merupakan jalan pertukaran pikiran yang paling menjanjikan. Berharap nantinya para anggota mendapatkan jawaban atas apa terganjal di hatinya. Sebuah pencerahan yang mampu membawa pada suatu perubahan, baik itu pola pikir maupun pengalaman.

Penulis sering mengikuti berbagai macam ajang diskusi. Selain mendapat hal baru juga sebagai ajang perbandingan. Jujur, mayoritas kegiatan diskusi  yang penulis ikuti berakhir dengan sebuah tanda tanya besar, kurang puas dengan setiap jawaban maupun cara-cara berdiskusi yang terkadang beralih menjadi ajang debat kusir yang tak berkesudahan. Bukannya pikiran menjadi cerah, malah semakin keruh karena diskusi kurang berjalan lancar.

Kadang orang lupa bahwa diskusi bukanlah acara debat, melainkan tempat tukar pikiran. Debat dan diskusi punya tempat berbeda yang sebetulnya tak boleh disatukan. Walaupun sesekali boleh, namun alangkah baiknya tidak mendominasi.

Debat dirancang untuk saling beradu pendapat disertai alasan dan malah diperbolehkan mengukuhkan pendapatnya jika memang itu dibutuhkan. Tentunya tidak berlaku secara serampangan dan saling menjatuhkan. Ada etika-etika dan aturan sendiri yang bermain didalamnya. Menjadikan acara perdebatan tetap santun dan elegan. Adapaun menggunakan bahasa yang lugas dan sederhana  agar mudah dicerna dan tidak terjadi keambiguan makna. Saling memberikan kesempatan dan tidak memotong pembicaraan sebelum perkataan selesai. Boleh  menyela asal mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat. Dengan adanya keteraturan itu diharapkan debat dapat menemukan titik temu lalu dikembalikan lagi pada asumsi awal bahwa debat bukan ajang pamer kepintaran dan tempat perkelahian.

Berbeda halnya dengan diskusi, forum ini seharusnya berjalan lebih santai dan terbuka. Istilah saling memberi dan menerima berlaku disini. Setiap orang bebas berbicara dan mengemukakan pendapat.

Sayangnya, terkadang apa yang direncanakan meleset di lapangan. Banyak para peserta yang menjadi terbawa suasana dan terpancing oleh argumen teman yang kurang sependapat dengannya. Lantas muncul keegoisan pribadi yang tak terhindari. Ideologi-ideologi berbeda yang semestinya tidak diijinkan dibawa  ke forum lalu tumpah ruah.
Setiap orang tiba-tiba jadi berbeda dan fanatik dengan apa yang selama ini diyakininya. Mereka berubah haluan menjadi sekelompok orang yang menakutkan, saling menjatuhkan satu sama lain. Tanpa disadari munculah beberapa kelompok besar yang menguasai acara dan berusaha saling menguasai. Bahkan parahnya lagi diskusi yang mulanya nyaman dan santai berganti suasana bak pasar, tawuran dan saling lempar. Logika dan pikiran yang semula jernih terkontaminasi oleh nafsu marah. Diskusi kehilangan arah dan tujuannya.

Mengingat segala sesuatu tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan manusia dan ajang tukar pikirnya. Seseorang boleh melakukan improvisasi asal masih berada pada tata aturan.  Menyadari bahwa isi dunia ini berbeda dan orang-orangnya. Hendaknya kita melakukan tolak ukur pada diri sendiri. Seberapa banyak ilmu kita, orang-orang jelaslah tidak sama dan belum tentu mereka mampu memahami begitu saja apa yang kita maksudkan. Karena forum milik bersama jangan biasakan mendominasi waktu ataupun pembicaraan. Lakukanlah secara mengalir dan tanggapilah setiap lontaran kata secara lapang dada dan pikiran jernih. Hindari prasangka negatif  pada kemampuan lawan bicara, perlakukan bahwa dia memang pantas berbicara dan didengarkan.

Jangan segan-segan mengeluarkan apapun yang ada di benak kita selagi masih menyangkut pada tema. Juga menanyakan kembali kejelasan perkataan. Apakah mereka sudah mengerti atau perlu diulangi. Sering-seringlah berdiskusi untuk mengasah kemampuan bicara dan ketajaman berpikir. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?

Kudapan ringan sore hari, semoga bermanfaat^^

Yogyakarta, 27 Februari 2012
(16:49)

coretan kecil

oleh Iis Ernawati pada 25 Februari 2012 pukul 14:13 ·
Plagiarisme dan Pendidikan

Oleh : Iis Ernawati

Salah satu isu yang cukup menarik untuk dibahas saat ini adalah plagiarisme. Sebuah masalah yang tak kunjung usai dan malah semakin menjamur tiap harinya. Bak kacang goreng kita sering menjumpai berbagai produk bajakan yang laris diserang pembeli. Entah itu DVD, pakaian, makanan hampir semua barang-barang yang beredar di sekeliling kita adalah produk tiruan. Bahkan tak heran bila nama produk bajakan lebih dikenal masyarakat luas dibanding nama aslinya.

Padahal tindakan meniru dan menjiplak secara terang-terangan merupakan sebuah pelanggaran hak cipta. Para pelopor bisa menggugat  si plagiat ke meja pengadilan dan dikenai sanksi denda. Namun, realitanya pembajakan memang sulit dihapuskan. Selain karena faktor ekonomi, faktor kesempatan adanya masyarakat kelas menengah ke bawah sebagai bidikan pasar memang sulit dilepaskan.

Penyalahgunaan kesempatan ternyata tidak hanya merambah dunia ekonomi yang dilakukan oleh para pedagang nakal. Bahkan ironisnya lagi tak jarang kita mendengar isu plagiarisme telah merambah ke dunia pendidikan. Sangat disayangkan, ketika lembaga pendidikan mempunyai visi mencetak generasi kreatif, produktif dan berbudi luhur, namun di sisi lain banyak para pelaku pendidikan yang bertindak melenceng.

Sadar atau tidak kita telah sah menjadi bagian dari dunia pendidikan dan ikut-ikutan terjerumus ke dalam lembah pembajakan. Bahkan, tidak sedikit mahasiswa Indonesia, kota Jogja khususnya terlibat masalah penjiplakan. Apalagi didukung dengan adanya tingkat teknologi yang kian canggih, internet misalnya. Tak masalah, apabila kita mengambil atau mengunduh hasil ciptaan orang. Alangkah baiknya kemudahan itu kita gunakan dengan bijak melalui penghargaan terhadap penciptanya dengan menyantumkan sumber atau nama penulis. Juga dengan memanfaatkannya secara bertanggung jawab, mengunduh tetapi bukan mengakui melainkan untuk memperkaya keilmuan dalam belajar.

Sayangnya, banyak pelajar terlampau terlena dengan kemudahan ini. Mereka menjadi semakin manja dan tak mau bersusah-susah payah menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Alih-alih memanfaatkan teknologi membuat mereka malas berpikir. Padahal secara tak langsung mereka melakukan pembodohan diri. Pembodohan massal yang lambat laun mematikan kreatifitas serta ide original yang sebetulnya mereka punyai. Bukankah itu sebuah ironi yang disayangkan? Disaat dunia luar dengan gencar menghegemoni sektor-sektor penting dan budaya kita, kita malah terjun langsung dan bunuh diri dengan mengikuti permainan pasar yang menyesatkan. Ikut tenggelam dalam arus yang seolah-olah dibenarkan padahal salah. Jika sudah begitu tak heran bila masyarakat kita mudah dibodohi. Tumbuh menjadi generasi pengekor yang bangga dengan budaya lain, lebih gandrung pada pemikiran dan karya orang atau dunia luar. Mau memiliki pegangan apa lagi jika kita malas menggunakan anugerah Tuhan berupa akal pikiran yang terus-menerus disandarkan dan tidak dipergunakan?

Saking marak dan telah terbiasanya lambat laun mengikis salah satu budaya kita yakni budaya malu. Dengan bangganya kita memamerkan karya orang lain, dengan beraninya kita mengaku sebuah karya sebagai hasil pemikiran pribadi. Maka tak jarang banyak ditemukan sekeliling kita tugas-tugas akhir, skripsi bahkan naskah opini ternyata merupakan sebuah salinan dari karya orang lain. Lalu, dimanakah rasa malu dan bersalah itu? Bukankah sekecil apapun kebohongan adalah sebuah kejahatan?

Lewat kecanggihan teknologi kita sedang diuji. Rupanya, masyarakat kita masih terbilang belum siap menghadapi perubahan zaman. Belum dapat mendayagunakan teknologi secara maksimal untuk bekal sebuah pemikiran. Alangkah baiknya kita mulai berpikir dan menanyakan pada diri sendiri. Layakkah aku dikatakan sebagai bagian dari civitas akademika yang identik dengan bakat intelekual itu? Sebagai agen perubahan sosial yang siap menghadapi tuntutan zaman apapun yang terjadi? Coba pertanyakanlah pada nurani masing-masing. Sanggupkah aku berubah?

Sedikit coretan pengganjal makan siang, semoga bermanfaat^^

Yogyakarta, 25 Februari 2012
(12:32)

CARA BERTAMU ROSULULLAH SALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

oleh zulfikar al-jayati pada 15 Januari 2012 pukul 23:16 ·
CARA BERTAMU ROSULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM 

Saling berkunjung dan bertamu adalah hal yang biasa terjadi. Bertamu bisa dilakukan kepada siapa saja, baik kepada sanak famili, tetangga, rekan kerja, teman sebaya bahkan kepada orang yang belum kita kenal. Namun, banyak di antara kita yang melupakan atau belum mengetahui adab-adab dalam bertamu, dimana syari’at Islam yang lengkap telah memiliki tuntunan tersendiri dalam hal ini. Alangkah baiknya jika kita mencontoh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam , sebagaimana teladannya dalam bertamu sebagai berikut:
  1. Mintalah izin untuk masuk rumah (bertamu) maksimal 3x. Jika kita ingin masuk ke rumah seseorang, maka mintalah izin paling banyak 3x. Jika setelah meminta izin 3x, masih juga tidak diperbolehkan masuk, maka kita harus undur diri (pulang).
  2. Ucapkan salam ketika meminta izin masuk. Terkadang kita bertamu dengan memanggil-manggil nama orang yang hendak kita temui bahkan terkadang menggunakan sebutan yang kurang sopan. Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wa Sallam  mengajarkan bahwa ucapan salam (Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh) adalah yang terbaik ketika meminta izin masuk.
  3. Ketuklah pintu rumah dengan cara yang baik dan tidak mengganggu. Ketuklah pintu rumah dengan cara tanpa berlebihan, baik dalam suara maupun cara mengetuknya. Dalam salah satu hadits, diceritakan bahwa di masa Rasulullah , para sahabat mengetuk pintu dengan kuku jari tangan.
  4. Ambillah posisi berdiri dengan tidak menghadap pintu masuk. Sebaiknya posisi berdiri tamu tidak persis di depan pintu dengan menghadap ke ruangan. Sikap ini untuk menghormati pemilik rumah dalam mempersiapkan dirinya ketika menerima tamu. Ambillah posisi menghadap ke samping sambil mengucap salam. Dengan posisi tersebut, ketika pintu terbuka, apa yang ada di dalam rumah tidak langsung terlihat oleh tamu sebelum diizinkan oleh pemilik rumah.
  5. Jangan mengintip ke dalam rumah. Terkadang kita berusaha mengintip ke dalam rumah ketika penasaran apa ada orang di dalam rumah. Padahal Rasulullah  sangat membenci sikap seperti ini karena tidak menghormati pemilik rumah.
  6. Pulanglah jika kita disuruh pulang. Jika kita diminta pulang oleh pemilik rumah, maka kita harus segera mematuhinya tanpa merasa tersinggung karena hal tersebut adalah hak si pemilik rumah.
  7. Jawablah dengan nama jelas jika pemilik rumah bertanya “Siapa?”. Ketika pemilik rumah menanyakan nama kita, jawablah dengan nama kita secara jelas, jangan hanya “saya” atau “aku” saja.
Semoga hal-hal yang nampak sederhana, namun penting di atas dapat kita teladani dengan baik. Amin.
Referensi:
1.      “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nuur [24]: 27)
2.      “Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nuur [24]: 28)
3.      Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.      Dari Kildah ibn al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata,“Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan ‘assalamu’alaikum’, boleh aku masuk?’” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi berkata: Hadits Hasan)
5.      “Sesungguhnya disyari’atkan minta izin adalah karena untuk menjaga pandangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6.      Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu: “Kami di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetuk pintu dengan kuku-kuku.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod bab Mengetuk Pintu)
7.      “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya di depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan assalamu’alaikum… assalamu’alaikum…” (HR. Abu Dawud, shohih)
8.      “Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu.” (HR. Bukhari Kitabul Isti’dzan)
9.      “Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang ntuk menusuk orang itu.” (HR. Bukhari Kitabul Isti’dzan)
10.  “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengetuk pintu, lalu beliau bertanya, ‘Siapa?’ Maka Aku menjawab, ‘Saya.’ Lalu beliau bertanya, ‘Saya, saya?’ Sepertinya beliau tidak suka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
11.  Majalah Al Furqon edisi 2 Tahun II 1423 H, Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh M. Nashiruddin Al Albani jilid 2. Imam Nawawi. Cetakan Duta Ilmu. 2003
12.  http://muslimah.or.id/akhlaq/bertamu-dengan-cara-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html
13.  http://cara-muhammad.com/perilaku/cara-bertamu-rasulullah-saw/

Konsumen Cinta?

oleh Iis Ernawati pada 6 Maret 2012 pukul 9:32 ·
KONSUMEN CINTA?

Saya teringat dengan  obrolan beberapa hari yang lalu  bertempat di SC. Kami sedang mengadakan  diskusi untuk membahas rencana kegiatan baru,  diskusi publik. Segala sesuatu yang menyangkut tema dikupas bahkan terkadang pembicaraan jadi melebar.  Disini, saya tidak akan berbicara terkait rencana pembentukan arah diskusi. Ada sesuatu yang menarik, selentingan seorang teman – tanpa sengaja saya mendengar ungkapan baru itu 'konsumen cinta'.

Yang menarik dan teringat di benak saya adalah dua kata itu, ditambah ada istilah baru lagi yang hangat mampir di telinga saya, yakni istilah 'kapitalisme cinta'. Wow,  pikiran saya selalu beranggapan bahwa cinta adalah sesuatu yang abstrak. Sesuatu yang tak bisa dinilai dengan uang atau lebih nyatanya tak bisa dilihat, apalagi diperdagangkan.

Ternyata, saya terlalu naïf dalam memaknai kata cinta. Sudah sebegitu jauh perjalanan dan perubahan pemaknaan kata itu sehingga saya ketinggalan. Rupanya cinta sudah sepadan dengan barang dagangan, cinta serupa ancaman baru – kapitalis yang bergerilya menghantui para pemuda yang sedang dilanda asmara.

Oke, biar lebih jelas mari kita urai satu persatu sesuatu yang berdiri dibalik istilah itu. Menjabarkan siapa aktor yang bermain di dalamnya. Kemunculan istilah 'konsumen cinta' tidak datang dengan sendirinya. Ada aksi atau fenomena yang melatar belakangi munculnya frase tersebut. Wajarnya, orang jatuh cinta terdiri atas  laki-laki dan perempuan dengan perantara yang menyatukan keduanya, rasa itu bernama cinta. Tetapi, bila ditilik sekarang cinta tak lagi berperan tunggal, dia  muncul dengan wajah-wajah baru. Wajah palsu yang mengatasnamakan cinta.

Ketika mendengar kata wanita (yang berpacaran) seringkali tataran fisik dan kekayaan adalah ukuran utama. Dan laki-laki selalu identik dengan seorang yang datang (dengan membawa sejuta tawaran), baik itu kekayaan, kendaraan maupun hadiah-hadiah yang mengejutkan. Yang satu menawarkan kemolekannya, istilah kerennya tebar pesona, dan yang satunya lagi datang dan siap menyatakan maksud untuk memiliki (baca:membeli). Mungkinkah seperti itu maksud gabungan dua kata itu saat diskusi terjadi di universitas tetangga? Karena saya cuma mendengar sempilannya saja, tidak tahu seperti apa pemaknaan mereka yang sebenarnya. Seandainya bukan, biarlah ini sekedar konspirasi kecil antara saya dan pikiran.

Saya kerap mendengar obrolan beberapa teman – laki-laki atau perempuan ketika berada di kantin maupun saat duduk-duduk santai. Mereka membicarakan lawan jenis yang disukai  seperti membicarakan barang dagangan. Si wanita menelanjangi satu persatu kekayaan semisal merek kendaraan atau ponsel, bentuk fisik dan keunggulan lain yang terlihat oleh tangkapan matanya. Dan semua 'kekaguman' yang dia lontarkan seolah telah merepresentasikan bahwa dia cinta dengan lelaki idamannya itu. Nah loh? Gampang sekali mengukur  perasaan cinta?

Tak kalah si lelaki membicarakan bentuk fisik si gadis, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lewat penilaian secara fisik tersebut  dengan mudahnya dia mengikrarkan diri cinta pada si gadis.

Saya jadi bertanya-tanya, cukupkan esensi cinta hanya berhenti sampai disitu saja? Melalui penilaian-penilaian fisik belaka. Ketika si gadis menuntut setiap keinginannya harus dipenuhi tanpa memedulikan kemampuan finansial si lelaki.
Lalu salah satu pihak harus diperhatikan setiap waktu, setiap tempat bahkan terlalu berlebihan dengan dalih 'pembuaktian cinta'. Oh, saya pikir itu terlalu menyiksa sekali.

Konsumen cinta bertebaran dimana-mana. Tak mengenal kasta dan rupa. Selanjutnya, para kapitalis cintalah yang memanfaatkan kesempatan. Memperdaya siapa yang tengah lemah dan terlena. Mereka hadir dengan berbagai pesona yang menjanjikan, menjadikan harta sebagai patokan utama. Lobi-lobi dimulai, siapa yang lebih berada dia yang memenangkan pertarungan cinta, meski ada si miskin dengan tulus mencintai, tidak berarti dimata kapitalis cinta. Makna cinta telah terkontaminasi oleh dominasi kepentingan sendiri – siapa yang menguntungkan dialah yang terpilih. Kasihan cinta, namamu serupa simbol semata.

Penulis sekedar sedikit berbagi kata.Mengusik sebentar kata cinta yang tak asing lagi di telinga. Cinta pada siapapun dan apapun jika disertai ketulusan akan menumbuhkan harmoni yang menciptakan kehidupan di dunia damai penuh kasih sayang. Biarkanlah cinta berjalan apa adanya, biarkan dia memilih tanpa diskriminasi. Dan nantinya kembali lagi pada Sang Pencipta cinta, cinta yang tersempurna diantara yang paling sempurnya, dialah cinta Sang Illahi…

Semoga bermanfaat^^

Yogyakarta, 5 Maret 2012
(15:36)

DUNIA

oleh Zulfikar Al-Jayati pada 30 Maret 2010 pukul 22:25 ·

Apa sich dunia?
Dunia adalah halte menuju akhirat........
Kenapa koq namanya harus dunia???????
D=Dimana
U=Umat manusia
N=Nemuin
I=Indahnya
A=Akhirat
Kenapa kok bentuknya bulat??????
Karena bulat adalah sebuah simbol kehidupan qt.....
Terkadang senang,terkadang susah.........
Adakalanya d atas,Ada juga waktunya di bawah.....

Cinta

oleh Zulfikar Al-Jayati pada 28 Maret 2010 pukul 21:07 ·

Apa itu cinta.....
Cinta adalah rasa yang datangnya tiba2
Tak pandang besar kecil
Tapi hati2lah bila didatangi oleh cinta
Karena cinta akan membuat kita terlena
Jangan terjebak dengan hawa nafsu
karena kan buat kita lupa segalanya